“Jadilah Konten Kreator, bukan hanya Follower”: Dinamika Komunitas Baduy Luar bertahan di Tengah Modernitas dan Kesenjangan Digital

Program Studi Doktor Inter-Religious Studies didukung oleh Indonesian Consortium for Religious Studies melakukan kegiatan pengabdian masyarakat dengan tema utama literasi digital bagi anak-anak dan remaja di komunitas Baduy Luar, Banten (11 Mei 2024). Kegiatan ini dijalankan bersamaan dengan kegiatan penelitian terkait polarisasi dan inklusi digital yang saat ini sedang berlangsung. Program ini berangkat dari kesadaran bahwa literasi digital saat ini mempunyai peran yang sangat penting bagi anak-anak dan remaja karena sebagian besar dari mereka telah menggunakan media digital, termasuk anak-anak dan remaja di komunitas Baduy Luar.

Komunitas Baduy merupakan sebuah komunitas adat yang sampai saat ini masih mempertahankan dan mempraktekkan nilai-nilai budayanya dan cukup tertutup dari dunia luar. Komunitas Baduy terbagi menjadi dua kelompok utama: Baduy Dalam dan Baduy Luar. Meskipun keduanya berasal dari kelompok etnis yang sama dan tinggal di wilayah yang berdekatan di Kabupaten Lebak, Banten, mereka memiliki perbedaan yang signifikan dalam hal cara hidup, adat istiadat, dan interaksi dengan dunia luar.

Komunitas Baduy Dalam sangat mempertahankan cara hidup tradisional dan adat istiadat nenek moyang mereka. Mereka hidup secara sederhana dan menghindari pengaruh dari dunia luar. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Baduy Dalam tidak menggunakan teknologi modern seperti listrik, alat transportasi dan perangkat elektronik (termasuk media digital) serta tidak mengenyam pendidikan formal. Sebagian besar masyarakat hidup dari bertani. Pola pertanian menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan, seperti pupuk organik dan tidak menggunakan pupuk kimia. Komunitas Baduy Dalam sangat membatasi perjumpaan dengan orang luar. Namun, hal ini tidak menutup peluang orang luar untuk mengunjungi Baduy Dalam. Orang luar tetap diperkenankan untuk datang ke Baduy Dalam dengan harus menaati aturan ketat dari komunitas, termasuk di dalamnya tidak boleh menggunakan perangkat teknologi selama berada di Baduy Dalam. Komunitas Baduy Dalam tinggal di tiga kampung utama, yaitu Cibeo, Cikawartana dan Cikeusik.

Komunitas Baduy Luar mempunyai pola hidup yang lebih terbuka terhadap pengaruh dan perubahan dari luar. Mereka tinggal di desa-desa sekitar Baduy Dalam dan masih memegang adat istiadat, namun lebih fleksibel dalam penerapannya. Baduy Luar lebih sering berinteraksi dengan orang luar dan terbuka untuk bekerja di luar komunitas mereka. Mereka juga lebih terlibat dalam perdagangan dengan dunia luar. Komunitas Baduy Luar merupakan salah satu destinasi wisata yang banyak dikunjungi oleh turis lokal dan internasional. Mata pencarian utama masyarakat Baduy Luar adalah bertani, namun sudah ada banyak juga yang mulai mengembangkan usaha kecil dan menengah seperti menenun, penjualan cinderamata, jasa pariwisata, dan sebagainya. Seperti komunitas Baduy Dalam, masyarakat Baduy Luar juga tidak mengenyam pendidikan formal. Namun, mereka boleh belajar secara otodidak. Mereka juga sudah mulai menggunakan perangkat teknologi modern dalam skala terbatas seperti lampu solar sel dan juga media digital (smartphone).

Ada sebuah fenomena yang cukup menarik dari anak-anak dan remaja Baduy Luar di mana sebagian besar dari mereka sudah menggunakan smartphone dan familiar dengan media sosial. Ada beberapa media sosial yang paling sering digunakan oleh mereka, yaitu Instagram, TikTok dan YouTube. Sedangkan untuk komunikasi sebagian besar menggunakan aplikasi Whatsapp. Bahkan di komunitas Baduy Luar sudah ada beberapa “tiktoker” yang pernah viral dan mempunyai follower yang cukup banyak (sudah mencapai puluhan dan ratusan ribu follower). Penggunaan media digital bagi anak-anak dan remaja tentunya mempunyai dampak positif dan juga negatif. Bagi anak-anak dan remaja Baduy Luar, penggunaan media digital dapat membantu mereka untuk belajar dan memperoleh pengetahuan secara mandiri/otodidak karena mereka tidak boleh mengenyam pendidikan formal. Di samping itu, penggunaan media digital di kalangan anak-anak dan remaja dapat menyebabkan terjadinya “keterputusan” tradisi dengan generasi sebelumnya yang kadang dapat menimbulkan friksi antara generasi.

Berangkat dari dinamika tersebut, program studi IRS didukung oleh ICRS melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat dalam bentuk literasi digital bagi anak-anak dan remaja di komunitas Baduy Luar. Dalam kegiatan ini, Dr. Leonard Chrysostomos Epafras menjadi narasumber utama. Dalam pemaparannya, Dr. Epafras mengungkapkan literasi digital membuka pintu akses ke berbagai sumber pendidikan yang mungkin tidak tersedia di komunitas Baduy Luar. Anak-anak dan remaja dapat memanfaatkan platform e-learning, kursus online, dan materi pendidikan digital untuk meningkatkan pengetahuan mereka. Jika peluang ini dapat dimanfaatkan dengan baik, secara tidak langsung dapat mengurangi kesenjangan pendidikan dan sosial antara anak-anak dan remaja di Baduy Luar dengan anak-anak dan remaja di luar komunitas tersebut.

Di samping itu, kegiatan ini juga ingin mengajak anak-anak dan remaja untuk dapat mengoptimalkan penggunaan media digital mereka. Sampai saat ini, anak-anak dan remaja di Baduy Luar masih tergolong user/follower, bukan producer/creator. Melalui kegiatan ini, Prodi mengajak agar mereka dapat mengoptimalkan penggunaan media digital sehingga ke depannya dapat menjadi creator, tidak hanya menjadi follower. Ada banyak potensi yang dapat dikapitalisasi oleh anak-anak dan remaja Baduy Luar untuk menciptakan konten-konten yang kreatif, informatif dan edukatif. Salah satu contoh yang diangkat dalam kegiatan ini adalah bagaimana mereka diajak untuk mendokumentasikan dan mempromosikan nilai-nilai  budaya mereka dengan menciptakan video dan foto yang bercerita tentang kehidupan harian komunitas Baduy. Banyak manfaat yang dapat diambil dari hal ini seperti terjadinya pelestarian nilai-nilai budaya secara digital, sarana pembelajaran budaya bagi anak muda dan pengenalan nilai-nilai adat dan budaya Baduy bagi komunitas yang lebih luas.

Kegiatan literasi digital ini juga diharapkan mampu memberikan gambaran awal bagi anak-anak dan remaja Baduy Luar terkait konektivitas sosial yang dapat memungkinkan mereka untuk terhubung dengan dunia luar tanpa harus meninggalkan komunitas mereka. Mereka bisa berkomunikasi dengan teman-teman dari komunitas lain, belajar tentang berbagai budaya, dan mengembangkan jaringan sosial yang lebih luas. Dengan sikap saling mengenal antara komunitas, hal ini dapat meningkatkan kohesi sosial komunitas Baduy Luar dengan komunitas lainnya dan juga secara perlahan dapat mengurangi friksi antar komunitas.

Secara keseluruhan, literasi digital dapat memainkan peran kunci dalam meningkatkan kualitas hidup anak-anak dan remaja suku Baduy terutama dari komunitas Baduy Luar. Ini bukan hanya tentang mengadopsi teknologi, tetapi juga tentang memanfaatkan potensi penuh dari teknologi tersebut untuk pendidikan, pelestarian budaya, pengembangan ekonomi, dan kesejahteraan sosial. Dengan literasi digital, anak-anak Baduy dapat tetap mempertahankan identitas budaya mereka sambil meraih manfaat dari komunitas lainnya. Melalui kegiatan ini, anak-anak juga dapat diajak untuk menjadi konten creator dan tidak hanya menjadi follower.

Tags Kelas; Persamaan; Literasi Dasar; Anak-anak; SDG 1: Tanpa Kemiskinan; SDG 4: Pendidikan Berkualitas; SDG 10: Berkurangnya Kesenjangan; SDGs

Penulis: Hendrikus Paulus Kaunang