Kelompok Rentan Hadapi Tantangan Disinformasi dan Manipulasi Media Digital

Pemanfaatan Artificial Intellegence (AI) dan teknologi informasi semakin masif diberbagai bidang. Hal ini bisa memberikan banyak manfaat tetapi juga ada tantangan dalam implementasinya. Tantangan yang dihadapi adalah pemanfaatan AI yang digunakan untuk penyalahgunaan informasi (disinformasi) dan manipulasi konten di media digital.


Perspektif Utopia memandang AI bermanfaat dalam mendorong produktivitas dan pertumbuhan ekonomi serta dapat mengeliminasi ancaman kesenjangan sosial yang sejalan dengan SDGs nomor 10 tentang  Berkurangnya Kesenjangan/Reduiced Inequalites.


Orang lanjut usia, anak-anak, perempuan, kaum difabel hingga masyarakat adat menjadi kelompok rentan yang sedang menghadapi tantangan tersebut. Pengguna internet di Indonesia salah satu yang terbesar di dunia, informasi pada media digital tersebar sangat cepat sehingga dapat mempengaruhi pola pikir dan cara pandang masyarakat. 


Berkaitan dengan hal itu, Program Studi Kajian Budaya dan Media, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada (Prodi KBM SPs UGM) bekerjasama dengan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) mengadakan seminar nasional untuk membahas “Disinformasi dan Kelompok Rentan di Era Manipulasi Media Digital”. Seminar dilaksanakan di Ruang Sidomukti, Lantai 2, MM UGM Hotel pada Kamis, 16 November 2023.


“Belum ada metode AI yang probabilitasnya 100%. Apabila itu terjadi, sudah tamat riwayat manusia di dunia. Kegiatan ini diharapkan dapat memberi manfaat seluas-luasnya bagi kita semua agar dapat menghadapi tantangan perkembangan teknologi”, ujar Dr. techn. Khabib Mustofa, S.Si., M.Kom. selaku Wakil Dekan Bidang Keuangan dan Sumber Daya Manusia SPs UGM.


Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Nezar Patria, S.Fil., M.Sc., M.B.A. hadir sebagai narasumber utama seminar. Beliau menyampaikan ada dua perspektif dalam memandang AI. Perspektif Utopia memandang AI bermanfaat dalam mendorong produktivitas dan pertumbuhan ekonomi serta dapat mengeliminasi ancaman kesenjangan sosial. Sementara itu, perspektif distopia memandang pesimis AI sebagai ancaman terbesar dalam peradaban manusia. 


Salah satu kelompok rentan disinformasi yaitu perempuan, saat ini sulit sekali untuk menemukan sejarah pelopor perempuan karena disinformasi dijadikan strategi untuk menghancurkan gerakan-gerakan perempuan. Komunikasi dan Media harus menemukan cara untuk tidak melanggengkan penyangkalan tersebut. Hal ini disampaikan Tarlen Handayani, peneliti di Ruang Arsip dan Sejarah Perempuan pada sesi diskusi panel. 


Dr. Vindhyandika Djati Perkasa, M.Sc. berpendapat bahwa semua masyarakat di Papua merupakan kelompok rentan, namun cenderung terjadi proses pembiaran hingga adanya political of denial. Banyak informasi faktual yang dibalas dengan disinformasi. Terlepas dari perbedaan ideologis, Generasi Muda Papua merupakan kunci untuk memberikan informasi yang valid. Kita harus datang langsung ke Papua untuk menyelesaikan segala permasalahan disana. 


“Teknologi informasi memiliki satu DNA yang cacat disebut sebagai accident sehingga sisi kemanusiaan tetap harus yang utama. Karakter disinformasi perlu dibuktikan lagi apakah memang bersifat merusak atau sebagai alat perjuangan”, ujar Prof. Dr. Heru Nugroho sebagai panelis terakhir. 


Menghadapi ancaman serius disinformasi, negara perlu mengkaji ulang sebenernya penggunaan teknologi diakomodasi untuk siapa. Perlu juga penguatan mediating structures dimana informasi menjadi solusi dari disinformasi yang terjadi. Sementara kita sebagai masyarakat awam harus berpikir kritis dalam menerima informasi, realitas mana yang dibicarakan di media digital. (SPs/Asti); Foto: Wawan