Seminar Identitas dan Budaya Dalam Masyarakat Bersama Berjejaring

Yogya (2/11), Program Studi Kajian Budaya dan Media Sekolah Pascasarjana UGM dan Prodi Magister Sastra Fakultas Humaniora dan Industri Kreatif Universitas Kristen Petra Surabaya mengadakan Seminar Bersama dengan tajuk “Identitas dan Budaya dalam Masyarakat Berjejaring”.


Seminar ini diadakan untuk mengedukasi masyarakat kegiatan sosial dan budaya yang beridentitas demi meningkatkan edukasi dikalangan masyarakat atau komunitas sosial yang saling bertukar pengetahuan. Hal ini tentu sejalan dengan SDGs nomor 4 mengenai Quality Education atau peningkatan kualitas pendidikan.

Pada pukul 08.45 seminar dimulai dengan sambutan oleh Kaprodi Kajian Budaya dan Media, Dr. Budiawan lalu dilanjutkan sambutan oleh Kaprodi S2 UK Petra, Dr. Liem Satya Limanta, S.S., M.A. Dekan Sekolah Pascasarjana, Prof. Ir. Siti Malkhamah, M.Sc., Ph.D memberikan sambutan ketiga yang sekaligus membuka secara resmi kegiatan seminar.

Acara inti seminar yang diawali dengan pembicara kunci yakni Prof. Dr. Wening Udasmoro, S.S M.Hum. DEA yang merupakan pengajar di Prodi Kajian Budaya dan Media sekaligus Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran UGM dan Dr. Ribut BAsuki, M.A. dari Universitas Kristen Petra.

Prof. Wening menyampaikan bahwa terjadi perkembangan subjek yaitu 1) ketika media menjadi semakin terindividualisasi, 2) ketika kontestasi semakin melebar (siapapun dapat hadir di dalam ruang kontestasi) 3) yang ter-recognised (diakui) di dalam kontestasi tidak perlu subjek yang agentif (tokoh-tokoh protagonis, 4) objek, abjek, bahkan anti subjek hadir (ingin menjadi viral). Batas identitas menjadi semakin tipis dan ada interseksionalitas antara satu identitas dengan identitas lain.

Berkebalikan dengan abjek (pemosisian subordinatif terhadap mereka karena keberadaan mereka (horror, vomit)), upper-subject adalah individu atau kelompok yang dihormati dan dipuja keberadaannya karena penanda dalam dirinya. Contohnya: label Crazy Rich, Sultan (memaksimalkan financial capital, sebagai tujuan utama). Contoh lainnya Habib (privilege berbasis keturunan, lalu privilege berdarah biru atau masih keturunan raja.

Dalam bidang lain seperti kesehatan, gelar Dokter menjadi pencapaian status sosial dan financial capital jika pada akhirnya banyak dokter yang kini beralih sebagai selebgram -youtuber seperti dr. Tirta atau dr. Richard Lee.

Dalam bidang akademik, status Guru Besar (GB) menjadi banyak dimanfaatkan keberadaannya dengan menjadikannya komoditas, misalnya agar memenuhi persyaratan, Guru Besar ditawari membayar puluhan juta agar bisa masuk jurnal terindeks Scopus, dan menghamburkan uang demi memperoleh ID Scopus. Dalam dunia politik, tentu sudah tidak asing lagi, banyak artis yang dikenal dan sudah mulai redup akhirnya memilih untuk masuk ke panggung politik.

Pembicara kedua yaitu Dr. Ribut Basuki, M.A. membahas topik Wacana Identitas Sastra Indonesia di Media Daring. Dampak sastra digital terhadap kaum milenial dapat dilihat dari ketertarikan sastrawan muda memasuki industri kreatif sastra melalui media internet seperti situs Wattpad. Semua orang kini bisa menuliskan kisahnya di sana, dan jika banyak permintaan pembaca, kisahnya bisa dijadikan buku atau bahkan film.

Saat ini pasar sastra dan industri kreatif makin terbuka lebar karena akses internet kian mudah, dan pengguna internet di Indonesia melonjak tinggi. Di sela-sela pemaparan, beliau berucap “Penulis sastra digital saat ini beruntung karena tidak mengalami frustasi karena bukunya sering ditolak penerbit, koran, majalah, karena sekarang mereka sudah bisa mencetak karyanya sendiri.” Beliau melanjutkan, “Penulis pemula dapat hadir dalam dunia sastra dengan bebas, tidak terbatas ruang dan waktu, bahasa, dan mendobrak sekat-sekat yang menghalangi.”

Setelah coffe break, acara dilanjutkan sesi diskusi dengan panelis dari mahasiswa Kajian Budaya dan Media serta dari Universitas Petra. Sesi I dengan topik Minoritas, Beban Representasi, dan Politik Solidaritas dengan panelis Agung Sandidi (UK Petra) Gunawan Tjokro dari Universitas Kristen Petra, serta Pambudi Wicaksono dari UGM. Lalu dilanjutkan sesi II dengan topik Transmedia dan Digital Storytelling dengan panelis Florens Debora Patricia, dan Kusnul Fitria dari UGM, serta Rommel Utungga Pasopati dari Universitas Kristen Petra, dan sesi III dengan topik Penjenamaan Diri dan Budaya Layar, dengan panelis Carina Fernanditha dari Universitas Kristen Petra, Fa’ida Nur Rahmawati dan Awanis Akalili dari UGM.

Paper-paper yang dipresentasikan oleh panelis akan dibukukan bersama penulis-penulis lain yang berminat dari dua kampus tersebut dengan tema sesuai poster itu. (Gea/Nova/ar SPs)