
Yogyakarta (24/9)—Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan Orasi Ilmiah bertajuk Transformasi Sosial, Budaya, dan Teknologi di Era Digital. Kegiatan ini merupakan puncak acara dari rangkaian Dies Natalis Ke 36 Sekolah Pascasarjana UGM. Prof. Dr. Irwan Abdullah, Direktur Sekolah Pascasarjana UGM periode 2005- 2009, meyampaikan fenomena pengingkaran diversitas budaya di Indonesia sebagai bingkai dari tema besar orasi ilmiah tersebut. Bertempat di lantai 5 gedung Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, para dosen, staff, karyawan dan perwakilan mahasiswa duduk bersama, merefleksi perjalanan dan memetaka harapan. Sebelum Orasi dimulai, acara ini dibuka oleh Dekan Sekolah Pascasarjana, Prof. Ir. Siti Malkamah, M.Sc., Ph.D. Ia membuka kegiatan ini dengan mengurai perjalanan Sekolah Pascasarjana, lengkap degan ragam program unggulan.
Prof. Dr. Irwan Abdullah memantik orasi dengan kegelisahannya tentang home diversity, ragam etnis dan budaya di Indonesia mulai kehilangan ruang ekspresinya. Ia mendudukan sebuah kondisi tentang bias-bias multikulturalisme. Di satu sisi ia tampak mengakomodasi keragaman, namun di sisi lain ia menunjukkan keangkuhan masing-masing identitas. Melihat pengingkaran diversitas budaya di Indonesia dalam transformasi sosial, budaya, dan teknologi di era digital, Prof. Dr. Irwan Abdullah menawarkan beberapa gagasan menarik, antara lain Cultural Diversity (antara kultur dan struktur), fenomena agama yang merusak keragaman, politik yang mengabaikan diversitas, serta ancaman atas diversitas dan kemanusiaan. Sebagai bagian untuk mengupayakan praktik baik dalam fenomena tersebut, ia menawarkan gagasan tentang pentingnya mengubah cara berpikir logosentrisme.
“transformasi dalam tekologi melalui sifat-sifat keterbukaan dan kecepatan tidak cukup kuat mendobrak kultur logosentrisme yang telah distrukturkan ke dalam alam bawah sadar dan pranata sosial yang ada. Alih-alih melahirkan masyarakat yang lebih terbuka, yang terjadi justru kekuatan ideologis telah menstrukturkan ruang demokrasi dan bertindak sebagai ruang yang manipulatif merepresentasikan kepeningan ideologis yang lebih menindas” tandasnya mengakhiri orasi. (SPs/Eni)