

Jogja, SPs UGM (31/1) “Gangguan sistem sosial ekologi di Kecamatan Pekalongan Utara dipicu oleh peralihan penggunaan lahan alamiah menjadi binaan serta kerentanan bentanglahan pesisir akibat keterpaparan banjir dan rob sejak lebih dari 10 tahun terakhir,” ujar Ir. Artiningsih, M.Si., pada promosi doktor Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Rabu (31/01). Pada acara yang diselenggarakan di Auditorium Gedung Sekolah Pascasarjana Lintas Disiplin UGM ini, Artiningsih berhasil meraih gelar doktor dan menjadi lulusan doktor ke-3880 dari UGM.
Artiningsih mennyebutkan bahwa penelitian kerentanan pesisir selama ini lebih sering difokuskan pada upaya mengukur tingkat kerentanan atau membangun model kerentanan ekonomi dan sosial. Penelitian yang dilakukannya menganalisis empat proses yaitu kerentanan, bertahan hidup, adaptasi, dan ketahanan jangka pendek secara simultan. “Penelitian ini berangkat dari keingintahuan tentang bagaimana masyarakat terdampak merespon kerentanan akibat banjir dan rob, sehingga lebih berorientasi pada adaptasi dibandingkan mitigasi,” ungkapnya.
Saat ini, lanjut Artiningsih, ketersediaan informasi spasial sebagai bukti empiris pemantauan kejadian banjir dan rob masih sangat terbatas. Maka dibutuhkan penelitian yang memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman masyarakat sebagai alternatif sumber informasi spasial. “Penelitian mengenai pola kognisi spasial ekologis kerentanan wilayah pesisir akibat banjir dan rob ini sangat penting dilakukan sebagai upaya pembangunan ketahanan wilayah berbasis komunitas,” tutur dosen Fakultas Teknik Universitas Dipenogoro ini.
Dari hasil disertasi yang berjudul Pola Kognisi Spasial Ekologis Rumah Tangga Terhadap Kerentanan Wilayah Akibat Banjir dan Rob Pada Bentanglahan Pesisir (Studi Kasus Kecamatan Pekalongan Utara) ini didapatkan bahwa Rekonstruksi kognisi masyarakat menunjukkan keterpaparan genangan rob dan banjir secara temporal sebagai akumulasi pengetahuan, pengalaman dan persepsi ketika asset yang dimiliki terganggu. Selain itu, Pola Spasial Kerentanan Wilayah pada Bentanglahan Pesisir Kota Pekalongan berbasis kognisi spasial masyarakat menunjukkan fase historis penting dari kejadian ekstrim sebagai rekaman dalam unit terdekat.
Pengambilan keputusan masyarakat untuk tetap tinggal dalam bentanglahan pesisir yang memiliki kerentanan akibat bahaya banjir dan rob ditentukan atas kemampuan mempertahankan investasi. “Cara ini dilakukan dengan investasi hunian dan pengembangan jejaring sebagai proses transaksional antara kenyamanan huni dengan upaya bertahan hidup, adaptasi, dan ketahanan jangka pendek,” jelas Artiningsih.
Menurutnya, pemilihan alternatif penghidupan dilakukan berdasarkan kesiapan peningkatan kapasitas komunitas untuk mencapai ketahanan baik ekonomi maupun sosial. “Hal ini dapat dicapai melalui peralihan dan diversifikasi penghidupan atau penghasilan berganda.” tutup wanita kelahiran Yogyakarta, 5 Mei 1969 ini. (ags)