

Jogja, SPs UGM (29/01), Ahmad Salehudin, S.Th.I., M.A., resmi menyandang gelar doktor dalam acara Ujian Terbuka Promosi Doktor Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada dan menjadi lulusan ke-3866 yang lahir dari UGM. Pada acara yang diadakan di Auditorium Gedung Sekolah Pascasarjana Lintas Disiplin UGM ini, Ahmad memaparkan isi disertasinya yang berjudul Theologizing Farming: Religiosity And Economic Rationality of Muslim Peasants in The Dieng Mountains.
Dalam pemaparan disertasinya, Ahmad menjelaskan bahwa masuknya varietas kentang ke pegunungan Dieng, Jawa Tengah, membawa memberikan dampak pada transformasi sosial-budaya dan ekonomi-lingkungan masyarakat sekitar tahun 1980. “Secara sosial, varietas kentang meningkatkan level masyarakat lereng atas sehingga menjadi setara dengan lereng tengah dan bawah. Masyarakat lereng atas yang sebelumnya merupakan petani tembakau yang bekerja di lereng tengah dan bawah, namun setelahnya mereka menjadi pengusaha,” jelas Ahmad.
Sedangkan secara religious, masuknya varietas kentang juga memicu kreativitas masyarakat Dieng dalam mengekspresikan religiusitasnya. Antusiasme ini dalam terlihat dari megah dan tingginya masjid di Dieng, jumlah petani kentang yang telah melaksanakan haji, dan berbagai jenis ritual agama yang dilakukan. “Kondisi tersebut menunjukkan masyarakat Dieng merupakan masyarakat islami,” ujar pria kelahiran Jember, 5 April 1978 tersebut.
Dibalik cerita kesuksesan tersbut, pertanian kentang memberikan pengaruh berupa perubahan lanskep dan penurunan kualitas lingkungan pegunungan. Kerusakan lingkungan muncul ketika kentang menggantikan tembakau, kubis, dan jagung. Ditambah lagi dengan maraknya penggunaan pestisida dan pupuk buatan untuk meningkatkan tingkat produksi. “Fenomena masalah lingkungan di pegunungan Dieng merupakan contoh bagaimana masyarakat Muslim secara sadar atau tidak, ikut serta dalam aktivitas pertanian yang menyebabkan kerusakan lingkungan,” tutur dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.
Ahmad juga memaparkan hasil penelitiannya yaitu bahwa petani Muslim menganggap bahwa kentang merupakan suatu anugerah dari Tuhan yang harus dimanfaatkan secara maksimal yang nantinya dikembalikan kepada Tuhan seperti membangun masjid, naik haji, atau mengirim anak mereka untuk belajar Islam di pondok pesantren. “Hal ini menunjukkan bahwa agama berperan penting untuk petani Muslim dalam melakukan aktivitas pertanian. Namun, bagaimana cara mengolahnya dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu dan tantangan yang akan di bidang pertanian,” sambungnya.
Petani kentang tidak mengetahui dampak merugikan yang disebabkan oleh aktivitas pertanian kentang. Namun, mereka mengganggap, secara teologis, bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan kehendak Tuhan. Kapanpun Tuhan menginginkannya, bencana akan terjadi dan menimpa manusia. “Pemahaman religi petani Muslim di pegunungan Dieng erat kaitannya dengan pandangan dan sikap mereka terhadap kerusakan lingkungan tersebut. Fenomena ini menunjukkan bahwa rasionalitas mereka berdasar pada agama mereka, yaitu untuk mendapat berkah dari Tuhan.” pungkas Ahmad. (ags)