Kebiasaan masyarakat hingga berbagai lembaga di Indonesia dalam menggunakan produk berbahan plastik menjadi salah satu penyebab mengapa sistem pengelolaan sampah di Yogya dan di Indonesia menjadi gagal, ungkap Pipit Noviyani, S.Si., Koordinator Konservasi Sumber Daya Hayati, PIAT UGM. Contoh yang paling sederhana adalah ketika PIAT UGM mendapatkan kunjungan dari masyarakat dan tidak menyediakan minuman kemasan maka hal itu sering dianggap tidak menghargai tamu, lanjut Pipit. Hal tersebut terungkpa dalam diskusi bersama antara mahasiswa IRS-ALB dan PIAT UGM pada kegiatan kunjungan lapangan Sekolah Pascasarjana ke PIAT UGM, Kamis (25/4).
Menanggapi hal tersebut Frans Jozef Servaas Wijsen, Dosen Asing IRS yang berasal dari Belanda, mengatakan bahwa masyarakat inginnya mendapatkan cost (biaya) yang murah dari penggunaan plastik tersebut. Akan tetapi justru Masyarakat dalam jangka panjang akan membayar jauh lebih mahal dengan adanya polusi tanah.
Kegiatan diskusi ini berlangsung semakin menarik, ketika Anna Amalia, mahasiswa IRS, mengungkapkan perlunya lembaga keagamaan mengeluarkan fatwa haram untuk penggunaan bahan plastik. Sehingga masyarakat akan bisa menahan diri untuk tidak lagi menggunakan plastic.
Pada akhir diskusi disimpulkan, perlunya kolaborasi berbagai pihak mulai dari perorangan sampai kelembagaan untuk mengelola sampah secara bijak sesuai dengan kearifan lokal. Sehingga keberlanjutan alam dan lingkungan akan tetap terjaga. Hal ini sekaligus membantu terwujudnya nilai-nilai SDGs terutama Kota dan komunitas yang berkelanjutan dan Penanganan Perubahan Iklim.
Kata kunci: SGDs Nomor 12 Responsible Consumption and Production; SGDs Nomor 15 Life on Land
Penulis: Surono